Minggu, 13 November 2011

masalah batubara indonesia

batubara merupakan sumber daya mineral yang penting dalam kebijaksanaan diversifikasi sumber-sumber energy. Konsumen batubara dalam negeri adalah :

a. PLTU yang dioperasikan PLN
b. Pabrik-pabrik semen
c. Lain-lain (PJKA, peleburan logam, industry)
Selain penggunaan batubara untuk keperluan dalam negeri eksport batubara meningkat juga. Taiwan, Malaysia, Bangladesh dan jepang adalah konsumen terbesar batubara Indonesia. Adapun masalah lingkungan yang mungkin terjadi sebagai akibat pemanfaatan batubara adalah pada kegiatan :

1. Proses Penambangan

a. Proses Penambangan Bawah Tanah

Proses penambangan bawah tanah mengakibatkan terjadinya tiga dampak lingkungan yang potensial yaitu :

1. Pembuangan air tambang
2. Pembuangan limbah padat, yang sering mengandung batubara dan belerang
3. Penurunan permukaan tanah bekas tambang

b. Proses Penambangan Permukaan atau Terbuka
Pada proses penambangan permukaan masalah lingkungan yang akan terjadi antara lain :

1. Gangguan terhadap permukaan tanah
2. Gangguan terhadap air tanah
3. Terjadinya pencemaran udara karena debu, asap serta adanya kebisingan

2. Proses Pencucian, Penyiapan dan Penyimpanan

a. Pencucian batubara bertujuan untuk memisahkan batubara dari bahan yang tidak dapat menyala atau terbakar seperti lempung yang tercampur pada waktu penambangan. Limbah air pencucian mengandung partikel suspense dan senyawa kimia, bila langsung dibuang ke perairan dapat mengganggu biota perairan.

b. Penyiapan batubara antara lain adalah menghancurkan batubara menjadi ukuran yang diinginkan pada waktu pembakaran. Masalah lingkungan yang mungkin terjadi yaitu pencemaran udara oleh debu batubara.

c. Penyimpanan batubara dapat dilakukan ditempat penambangan, pelabuhan dan ditempat penggunaan batubara. Masalah lingkungan yang mungkin terjadi adalah bila terjadi kebakaran secara spontan, debu yang berbahaya.
3. Proses Pengangkutan Batubara
a. Memuat dan membongkar batubara pada waktu pengangkutan, penggunaan dan lain-lain akan menimbulkan pencemaran udara oleh debu.

b. Pengangkutan batubara dengan kapal mengakibatkan sedikit ancaman terhadap air laut dan lingkungan pantai. Masalah yang timbul adalah buangan sisa batubara yang tercuci waktu pencucian kapal.

c. Pengangkutan dengan kereta api dan truk akan menimbulkan sedikit pencemaran udara oleh debu batubara.

d. Slurry Pipe Line, menghasilkan limbah cair besar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Penggunaan air pada lumpur batubara (coal slurry) pada akhirnya akan terkontaminasi dengan air cucuran phenol dan oleh larutan partikel batubara.

4. Penggunaan Batubara

Batubara dalam jumlah besar digunakan pada pembangkit tenaga listrik akan menghasilkan produk sampingan berupa limbah emisi berupa gas SO2, NOx, debu dan abu.

b. Semen

Batubara digunakan untuk menghasilkan energy panas untuk produk klinker. Pada waktu pembakaran, abu dihasilkan di klin. Fly ash/debu keluar dari stack, sementara sebagian besar abu yang berat menyatu dengan klinker. Perihal abu terbang (fly ash) merupakan masalah lingkungan yang utama untuk produksi semen.
Masalah lingkungan fisik lainnya yang dapat timbul pada penambangan batubara adalah pada tempat penumpukan batubara :

1. Sebagai akibat proses pelindihan (leaching) yang terjadi oleh air hujan terhadap permukaan batubara atau membentuk larutan (leachate) yang bersifat asam yang akan merembes ke struktur lapisan tanah dan dapat memberikan polusi terhadap air tanah.

2. Sebagian besar batubara Indonesia termasuk jenis lignit sampai bitumine yang bersifat swamampu bakar (self combustibility) sebagai akibat oksidasi yang akan menaikan temperature tumpukan batubara tersebut.
Dalam usaha untuk mengurangi dampak negative akibat pemanfaatan batubara mulai dari cara penambangan, pengangkutan, penyimpanan dan pemakaian perlu memperhatikan kondisi setempat.Pemanfaatan batubara sebagai salah satu penyedia energy alternative akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak

masalah pertambangan indonesia

Dengan atau tanpa beroperasinya pertambangan, masyarakat Indonesia masih tetap hidup dalam kemiskinan. Lihat saja betapa warga pedesaan di Blora, Jawa Tengah, banyak yang hidup pas-pasan meski pertambangan minyak beroperasi sejak zaman Hindia-Belanda.
Daerah asal penulis Pramoedya Ananta Toer itu merupakan salah satu basis kemiskinan dan gerakan ”merah” pada masa Orde Lama. Berada di antara pusat perminyakan dan industri kayu jati, warga pedesaan Blora toh tetap hidup miskin.
Kondisi serupa terlihat di daerah Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Masyarakat Tionghoa peranakan dan Betawi sama-sama hidup marjinal di daerah yang kini menjadi salah satu sentra produksi migas. ”Jalanan hancur di daerah Babelan. Masyarakat Tionghoa dan Betawi kebanyakan masih bertani dan jadi kuli meski sudah satu dasawarsa lebih perusahaan minyak beroperasi di sana,” kata Oei Cin Eng, seorang aktivis budaya China Benteng asal Tangerang.
Lebih miris lagi situasi di daerah Balongan, Indramayu, pendidikan generasi muda di sana tergolong rendah. Bahkan, banyak perempuan muda yang akhirnya terjerat ke dunia prostitusi di Jakarta.
Setali tiga uang adalah kondisi di sekitar Timika, Kabupaten Mimika. Bupati Mimika Klemen Tinal mengeluhkan minimnya kontribusi perusahaan pertambangan PT Freeport bagi kehidupan masyarakat.
”Masyarakat yang masih hidup tradisional dan menggunakan Sungai Aikwa sebagai sarana transportasi semakin dirugikan dengan pembuangan tailing ke sungai. Terjadi pendangkalan yang sering membuat masyarakat tidak bisa bepergian mengarungi sungai,” kata Klemen yang pernah berkuliah di Universitas Parahyangan, Bandung.
Pertambangan terus beroperasi. Hasil tambang yang melimpah tidak meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada tahun 1970-an terjadi skandal besar kasus korupsi perusahaan pertambangan nasional yang disidangkan di Singapura. Mantan pejabat Republik Indonesia menikmati uang korupsi jutaan dollar AS yang disimpan di bank asing. Janda dari pejabat tersebut berusaha mengklaim uang jutaan dollar AS yang didapatkan dengan cara tidak pantas itu.
Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) mengkritik rendahnya bagi hasil pertambangan yang diterima Indonesia. Semisal dalam kasus PT Freeport, IHCS mencatat, pemerintah hanya menerima 1 persen royalti. Padahal, setiap hari ditambang 300 kilogram emas dari 238.000 ton material yang digali dari tambang Grasberg.
Solusi sementara
Terhadap ketimpangan atas perikehidupan rakyat di sekitar daerah pertambangan, PT Freeport yang kerap menjadi sasaran kritik tajam mengaku terus melakukan perbaikan untuk membantu taraf hidup rakyat setempat.
”Saat ini sudah ada 30 persen tenaga kerja lokal asli Papua. Pekerja asing kurang dari 2 persen. Selebihnya pekerja asal Indonesia dari luar Papua,” kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Armando Mahler.
Beberapa putra asli Papua kini tercatat menduduki jabatan manajerial, bahkan mencapai tingkat direksi di PT Freeport Indonesia.
Juru Bicara PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait menjelaskan, pihaknya membangun akademi pertambangan untuk menampung putra-putri Papua.
Persiapan sumber daya manusia dimulai sejak dini. Disiapkan pula asrama bagi pelajar asli suku Kamoro dan Amungme. Beasiswa disediakan agar mereka dapat menuntaskan pendidikan dasar dan tentu saja melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
”Kami juga bersama masyarakat mengembangkan perkebunan kopi. Perusahaan waralaba minuman kopi seperti Starbucks sudah berminat membeli kopi Amungme. Mereka meminta kepastian jumlah pasokan dan kualitas,” ujar Sirait.
Upaya perbaikan lain adalah memberdayakan lahan bekas tailing sebagai kebun. Penghijauan itu dilakukan di Kilometer 21. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pernah menanam pohon di lokasi itu dan kini mulai tumbuh besar.
Patut disayangkan, sebagian besar upaya perbaikan di sekitar pertambangan lebih mengandalkan bantuan perusahaan belaka. Pemerintah pusat dan daerah yang mengelola bagi hasil pertambangan terlihat kurang berinisiatif membangun daerahnya.
Sebagai contoh adalah kota Timika yang minim fasilitas dasar, seperti penerangan jalan dan taman kota. Anggota Komisi VII DPR, Halim Kalla, mengakui, penerimaan pajak dan nonpajak dari pertambangan harus jelas jumlahnya dan penggunaannya.
”Kalau di luar negeri, kita tahu berapa pajak dibayar dan untuk apa alokasinya,” kata Halim Kalla.

badan pertambangan indonesia

JAKARTA – Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian ESDM, M. Teguh Pamudji membuka secara resmi Seminar Nasional Tambang Bawah Tanah, di Jakarta, Selasa (13/9/2011). Seminar yang berlangsung satu hari penuh tersebut mengambil tema“Pertambangan Bawah Tanah Sebagai Masa Depan Industri Pertambangan Indonesia”.

Kepala Badan Diklat KESDM, Teguh Pamudji menyambut baik terselenggaranya seminar nasional ini. Menurutnya, acara ini sangat dibutuhkan berbagai kalangan baik kalangan akademisi, pelaku industri maupun pembuat kebijakan. “Seminar ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, dimana cadangan potensi sumber daya mineral dan batubara bawah tanah masih cukup banyak dan belum diupayakan eksplorasinya secara optimal,” ujar Kabadiklat.

Tambang permukaan, lanjut Kepala Badan, semakin menipis cadangannya dan jika sudah berada pada kedalaman tertentu tidak lagi ekonomis karenanya tambang bawah dapat menjadi sebuah alternatif.

Seminar Nasional Tambang Bawah Tanah dilaksanakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi aparatur dan stakeholder bidang tambang bawah tanah tentang potensi pertambangan bawah tanah di Indonesia, mendapatkan pola permasalahan pengelolaan pertambangan bawah tanah di Indonesia sehingga dihasilkan solusi pengelolaan yang baik serta menghasilkan kesamaan pola pikir bagi aparatur pemerintah dalam mengawal kegiatan pertambangan bawah tanah untuk mencapai kemandirian masyarakat di daerah.

Hadir dalam acara pembukaan tersebut, Kepala Balai Diklat Tambang Bawah Tanah, Waryono Soetrisno, Walikota Sawah Lunto, Amran Nur, Sekretaris Badan Diklat KESDM, Supirman dan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Bambang Gatot Ariyono. Sebagai pembicara antara lain, Prof Dr Ir. Made Astawa Rai, DEA dan Ir. Bambang Gatot Ariyono, M.Sc. (SF

Jumat, 04 November 2011

akibat pertambangan liar

Sebanyak 41 daerah aliran sungai (DAS) di wilayah pantura Jawa Tengah bagian barat, meliputi Kabupaten Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Kota Tegal, dan Kota Pekalongan rusak. Hal tersebut sebagai dampak penebangan dan penambangan galian C secara liar, serta pembukaan lahan pertanian yang tidak terkoordinir. Kerusakan DAS secara tidak langsung menyebabkan kerusakan palung atau tebing sungai, yang berisiko menimbulkan banjir bandang.
 
Demikian disampaikan Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Pemali Comal, Purwadi melalui Kepala Seksi Pengendalian dan Pendayagunaan, Pangestu Yudhowono, Senin (19/1). Menurut Pangestu, semua DAS di wilayah pantura mengalami kerusakan. Tingkat kerusakan bervariasi, antara 20 hingga 50 persen. Kerusakan terparah terjadi di wilayah Brebes, di antaranya DAS Pemali.
Dari tahun ke tahun, kerusakan DAS semakin luas. Hal tersebut juga sebagai dampak meningkatnya kebutuhan ekonomi masyarakat, yang mengakibatkan meningkatnya aktifitas penebangan dan penambangan liar.
Pangestu mengatakan, kerusakan DAS mengakibatkan debit air terlalu besar, sehingga merusak palung atau tebing sungai. Saat ini, puluhan tebing sungai di wilayah pantura dalam kondisi kritis, sehingga rawan longsor pada musim hujan.
Kerusakan DAS juga mengakibatkan sedimentasi di bagian hilir atau wilayah bawah, erosi di bagian hulu, serta meningkatnya deviasi debit pada musim penghujan dan kemarau. "Kalau hujan air melimpah, sementara kalau kemarau mata air kering kerontang," ujarnya.
Upaya perbaikan DAS dilakukan dengan gerakan nasional kemitraan penyelamatan air (GNKPA). Program tersebut dilakukan di tiap-tiap daerah melalui reboisasi, konservasi, dan kegiatan stimulan.
Dampak kerusakan DAS diakui oleh Sekretaris Perkumpulan Petani Pengguna Air Kecamatan Wanasari, Brebes, Heri Wahyani. Menurut dia, saat ini sungai dan jaringan mengalami sedimentasi. Akibatnya pada musim kemarau, ketersediaan air tidak memadai sehingga pe tani harus menyedotnya dengan pompa air. Sementara pada musim penghujan, air mudah meluap dan membanjiri sawah.  
Peringatan Dini
Memasuki musim penghujan, BPSDA telah menyiapkan peringatan dini pada tiap-tiap bendung, guna mengantisipasi terjadinya banjir. Menurut Pangestu, pihaknya juga menyelenggarakan piket banjir. Piket hingga bulan Maret, dengan jumlah personel 52 orang, katanya.
BPSDA Pemali Comal juga telah membagikan 2.000 karung plastik kepada masing-masing satuan kerja. Selain itu, persediaan karung yang belum dibagikan masih mencapai 15.000 unit.
Selama musim penghujan tahun ini, banjir yang diakibatkan meluapnya sungai belum terjadi. Banjir terjadi pada daerah retensi atau daerah yang memang sudah menjadi langganan, seperti Kecamatan Margadana, Kota Tegal dan Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal

dampak pertambangan liar

Masalah lingkungan didalam sektor apapun dan di manapun menjadi sangat menarik untuk dicermati. Namun seringkali masalah lingkungan masih saja dinomor tigakan setelah masalah politik dan juga ekonomi, jangan kan pada kabupaten baru seperti KUANSING, daerah laen yang notabene sudah lebih mapan pun sama.

Eksploitasi SDA yang tanpa kontrol dan cenderung menguntungkan para "toke" dan sebagian pejabat berperut "buncit" tentunya hanya akan menambah kerusakan lingkungan dan sekali lagi rakyat kecil lah yang menjadi korbannya.Mengingat akan pentingnya hal tersebut perlu suatu model pengelolaan sumber daya alam yang baik, dimana ada keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan juga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu melalui paparan ini, saya mencoba memberikan gambaran tentang konsep pengelolaan SDA yang berbasis masyarakat dengan memandang kelestarian lingkungan.

Bukan maksud saya untuk menggurui teman-teman semuanya, saya hanya ingin berbagi, menyampaikan apa yang saya pahami dan saya dapatkan dari yang saya pelajari, semoga berkenan.

SEKILAS PERTAMBANGAN
Pertambangan merupakan suatu rangakaian kegiatan didalam memanfaatkan sumber daya alam (bahan tambang) untuk kesejahteraan manusia. Kegiatan kegiatan tersebut terdiri dari penambangan, dan pengolahan bahan tambang. sehingga dapat dikatakan jika PENAMBANGAN merupakan bagian dari PERTAMBANGAN. Saya setuju dengan "Abang Wahyu Dip" yang menggunakan istilah penambangan didalam kasus pemanfaatan bahan tambang di sekitar batang kuantan. Kegiatan penambangan sendiri telah dilakukan oleh nenek moyang kita selama berjuta-juta tahun yang lalu. Tambang lah yang mendorong terjadinya eskalasi tingkat kehidupan manusia menjadi lebih baik, adanya sebutan untuk zaman BATU, zaman PERUNGGU, zaman BESI yang notabene merupakan istilah bahan tambang semakin mempertegas eksistensi ketergantungan manusia terhadap pertambangan.

Sampai saat ini kita tidak mungkin hidup tanpa adanya barang hasil tambang, karena hampir di setiap kegiatan sehari-hari kita dibantu oleh bahan-bahan tersebut, mulai dari LOGAM (besi, emas, perak dll) hingga HIDROKARBON (minyak dan gas), bahkan tubuh kita pun memerlukan bahan tambang dalam bentuk logam-logam esensial yang digunakan didalam metabolisme (seperti zat besi, kalsium dll). Di bidang ekonomi peran bahan tambang juga sangat vital, pergerakan pasar saham dunia pun selalu seiring dengan fluktuasi harga bahan bahan tambang. Sehingga sangat naïf jika ada seorang yang menyatakan dirinya sebagai (environmentalist sejati) dan berteriak secara lantang SAYA ANTI TAMBANG, saya menjamin orang tersebut tidak akan bisa hidup tanpa bahan tambang.

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
Manusia sendiri tidak akan bisa terlepas dari ketergantungan terhadap alam. Alam lah yang menjadi tempat hidup manusia dan alam jua lah yang menyediakan segala sesuatu untuk kelangsungan hidup manusia. Saat ini bukti Ketergantungan bangsa Indonesia kepada alam dapat dilihat dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar-besaran tanpa melihat kelanjutan fungsinya. Ditambah lagi dengan Era otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia cukup memperuncing permasalahan pengelolaan lingkungan hidup, khusunya pemanfataan SDA di daerah, dimana masing-masing daerah berlomba-lomba melakukan eksploitasi kekayaan alam masing-masing.
Ada perbedaan mencolok antara beberapa pemikiran tentang pemanfaatan sumber daya alam. Bagi sebagian orang yang sangat ecologis , dengan pemikiran bahwa LINGKUNGAN adalah segalanya dan menjadi raja segala raja, tidaklah heran jika mempunyai anggapan bahwa kita tidak perlu mengeksploitasi sumber daya alam yang kita punyai, karena ketakutan kita akan dampak lingkungan. Pendapat lain muncul dari orang-orang yang berpikiran sustainability, dimana mereka berfikiran untuk tetap memanfaatkan SDA secara bijak dan mempertimbangan keberlanjutan ketersediaan SDA tersebut pada generasi mendatang, dengan kata lain adanya KESEIMBANGAN antara EKSPLOITASI dan RECOVERY. Golongan terakhir yaitu orang yang mengangap ke dua hal diatas sebagai pendapat yang lucu, mereka beranggapan bahwa Sumber daya alam yang melimpah, bukan hanya sebagai simpanan belaka, justru itu adalah tantangan kita didalam mengolahnya dan memanfaatkannya demi kepentingan manusia sebanyak banyaknya dengan mengejar keuntungan sebesar besarnya.

Dari ke tiga golongan tersebut tentunya kita sudah bisa menilai bagaimanakah arah kebijakan dari pemerintah KUANSING sendiri didalan Pemanfaatan SDA, cenderung melindungi “toke” dan mengorbankan rakyat, berkedok kesejahteraan sebagai ajang memperkaya diri, atau pemerintahan yang arif dan bijak.

DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT PENAMBANGAN LIAR
Yang paling dipermasalakan didalam dampak lingkungan akibat penambangan adalah material sisa/LIMBAH akibat dari penambangan. Saya mengelompokkan limbah tersebut dalam beberapa jenis yaitu:
• Tailing adalah batuan-batuan sisa yang dihasilkan dari proses penambangan yang sudah tidak dapat lagi diambil nilai ekonomisnya (secara teknologi), sebenarnya tailing murni (tanpa tambahan zat kimia) lebih berdampak terhadap kualitas fisik air sungai dan nilai estetika. Kualitas fisik air sungai. Seperti:
Kekeruhan, akibat adanya padatan-padatan terlarut dari tailing yang masuk ke badan sungai,
Daya hantar listrik, akibat masih adanya kandungan Logam didalam tailing. jika penambangan dilakukan secara tradisional (penggalian dan mendulang), maka efisiensi untuk memperoleh biji nya sangat rendah, sehingga didalam tailing masih terdapat biji-biji logam.
Estetika, gundukan tanah dan tailing di sekitar tepian sungai menjadi pemandangan yang sangat buruk bagi yang melihantya.
• Limbah B3 (berbahaya dan beracun) yang berasal dari sisa bahan kimia seperti Sianida dan Hg, zat kimia tersebut dipilih karena mempunyai efisiensi yang tinggi dan murah didalam proses pemisahan biji emas, namun dampak terhadap lingkungan dan manusia teramat besar. Sianida merupakan zat kimia terampuh untuk membunuh masnusia. Jika dikelola dengan benar (tidak langsung di buang ke lingkungan) sebenarnya sianida lebih mudah dikelola, karena sifat sianida yang mudah menguap dan juga mudah terdegradasi secara alami membentuk senyawa senyawa lain.
• Logam berat lain As dan Cd, logam logam ini berasal dari batuan-batuan yang mengandung biji emas, logam-logam ini berasosiasi dengan emas, karena sifat sifat kimia dari logam tersebut. Dampak terhadap manusia dan lingkungan yang paling parah adalah adanya sifat Bio magnifikasi dimana logam-logam tersebut akan ikut berpindah dari tubuh predator awal hingga terakumulasi dan terus bertambah didalam tubuh predator akhir (ikan ke manusia).
• Sedimen, jika tanah hasil galian di tepian sungai tidak di kembalikan lagi akan berdampak kepada:
Pendangkalan batang sungai kuantan itu sendiri yang berakibat pada daya dukung lingkungan sungai tersebut
Kekeruhan seperti yang saya jelaskan diatas
Vector penyakit, akibat dari lobang-lobang sisa galian tambang yang menjadi tempat tumbuh nyamuk.
• Air asam tambang, yang terbentuk akibat adanya kontak batuan potensial asam yang terekspos ke lingkungan akibat adanya penggalian dengan air. Sehingga air yang dihasilkan mempunyai sifat yang sangat asam pH <4, hal ini berdampak kepada matinya biota sungai dan kerusakan lingkungan sekitar sungai.

Sejatinya LIMBAH (dampak lingkungan) di dalam kasus penambangan di sekitar batang kuantan, Jika kita menganalogikan dengan hukum ke-3 Newton (Aksi-Reaksi) tentunya menjadi suatu hal yang wajar jika ada dampak yang menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan. Sesuai dengan hukum ke tiga Newton yang menyebutkan jika Gaya aksi sama dengan (min) Gaya reaksi atau F aksi = -F reaksi, atau dengan kata lain ada kegiatan dan ada akibat yang ditimbulkan. Bahkan didalam suatu proses apapun itu belum ada yang mempunyai efisiensi 100%, sehingga kehadiran limbah adalah wajar. Limbah tidak dapat dihindari, disinilah peran dari kita untuk memilih alternative-alternative pengolahan limbah, agar dampak lingkungan dari limbah tersebut dapat di minimalisir.

Namun yang menjadi masalah disini yaitu ketika penambangan yang dilakukan adalah penambangan yang tanpa izin atau pun dengan izin “menyuap” kepada pejabat terkait. Para penambang tradisional (liar) ini tidak mudah untuk diatur dan diarahkan. Misalnya mereka melakukan penambangan di setiap bagian sungai tanpa ada batas batas yang yang jelas, sehingga kita ingin mendesain pengolahan limbahnya menjadi sangat susah. jika seandainya ada paying hukum yang dapat menaungi kita didalam mengarahkan mereka tentunya pengelolaan Limbah akan menjadi lebih mudah dan terkontrol

SARAN
Dari tadi saya hanya berkutat dari teori ke teori, akan menjadi sebuah retorika kosong jika saya tidak memberikan saran dan solusi terhadap masalah tersebut. Pada saat ini sebenarnya yang harus dicermati adalah manajemen dari pemanfaatan sumber daya alam tersebut, bukan dengan menutup tambang dan tidak memanfaatkan alam. Bukan juga dengan membiarkan masyarakat untuk melakukan penambangan sebebas dan semau mereka.
Yang saya sarankan yaitu:

Komunitas Peduli lingkungan
Yang pertama dilakukan sebenarnya sudah dilakukan disini, yaitu dengan membentuk komunitas peduli lingkungan seperti yang dilakukan teman-teman. Saya sendiri merasa bangga dengan usaha teman-temas semuanya, dengan adanya komunitas seperti ini akan menjadi control kebijakan dan juga control sosial didalam masyarakat. Bayak yang bisa dilakukan untuk kedepan. Di sisi lain saya juga merasa malu dengan diri saya sendiri, karena selama ini saya hanya berada di ranah teori saja, belum bisa melakukan aksi nyata terhadap penyelamatan lingkungan, bahkan untuk daerah saya sendiri. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas kesediaannya untuk melibatkan saya (walaupun saya saat ini hanya bisa menyumbang pemikiran saja).

Hal penting yang mungkin perlu di ingat, banyak sekali lembaga ataupun organisasi yang mengatasnamakan lingkungan yang berubah haluan setelah menerima uang tutup mulut dari pejabat atau pemilik industri, memang dilematis, pada satu sisi organisasi sosial tentunya membutuhkan dana operasional didalam terus menggerakkan roda organisasinya yang berhadapan dengan idealisme mempertahankan tujuan awal.
Selain itu Organisasi peduli lingkungan seringkali dianggap momok bagi para pimpinan industry, dan para stakeholder, bahkan mereka seringkali melemahkan dengan cara memberikan kekuasaan, yang akhirnya forum ini menjadi kendaraan politik. Ancaman itu pasti ada, namun percayalah jika kita berada di jalan yang benar inysa allah..Allah meridhoi niat baik kita. Saya berharap organisasi ini tetap akan terus berada pada trek yang lurus, andaikan saja di kemudian hari saya merasa ada komersialisasi dan politisasi maka dari awal ini saya tegaskan saya akan menarik diri dari forum ini.

Community Development Didalam Penambangan Rakyat
Para penambang liar di sekitaran batang kuantan mau tidak mau telah menjadi tumpuan hidup bagi sebagian masyarakat di kuansing, mereka semua mempunyai hak yang sama didalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan, dengan adanya kegiatan itu mau tidak mau mereka telah membantu bergeraknya roda perekonomian disekitar wilayah penambangan, dengan banyaknya masyarakat yang dilibatkan mulai dari tenaga kerja, penyedia layanan jasa terhadap pekerja (pedagang nasi dll), penampung hasil tambang, konsumen , dan juga pemerintah (pajak). Bukan merupakan tindakan yang arif jika kita memutus rantai ekonomi yang sudah berjalan dengan baik.
Yang saya usulkan yaitu dengan mengadopsi konsep pemberdayaan masyarakat (community development). didalam comdev ini nantinya, adalah suatu program untuk memberikan gambaran dan pengertian juga pelatihan–pelatihan terkait dengan pentingya menjaga kelestarian lingkungan, juga dampak-dampak yang ditimbulkan jika tidak adanya pengelolaan lingkungan. Dengan pendekatan kelompok melalui adat dan budaya (isu pacu jalur) dapat menjadi alat yang bagus didalam penyelamatan lingkungan. Tidak cukup dengan itu kita juga bisa memberikan pelatihan teknologi kepada mereka untuk meningkatkan produktivitas sehingga keuntungan dapat dirasakan secara signifikan, misalnya dengan membuat tempat penyaringan terpusat (nanti akan saya posting fotonya) menggantikan alat pendulang, membuat koperasi yang mengkoordinir semua penambang, model koperasi in telah sukses diterpakan di perkebunan sawit.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perusahaan pertambangan dalam kegiatan CD. Pertama, CD yang saya usulkan lebih bernuara kepada terselamatkannya batang kuantan dari pencemaran, kedua merupakan kegiatan pemberdayaan yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat penambang liar mencapai kondisi sosial-ekonomi yang lebih baik, ke tiga pada kegiatan tersebut dibuat melalui proses partsipatif, bukan top down.

Partisipasi dari semua pihak dan paying hukum dari PEMDA
Kegiatan yang saya usulkan diatas dapat dicapai melalui kerja sama aktif antara masyarakat penambang, pemda dan pihak komunitas peduli lingkungan. Peran dari komuitas lingkungan disini sebagai pihak yang mampu mengoordinasikan pihak-pihak tersebut melalui pendekatan partisipatif

Saya kurang begitu dekat dan mengerti mengenai birokrasi di PEMDA Kuansing Sendiri, intinya pihak PEMDA seharusnya memfasilitasi kegiatan yang bersifat membangun dan penyelamatan lingkungan batang kuantan itu sendiri. Seperti dibuatnya peraturan daerah tentang kawasan penambangan, dan aturan yang jelas dan transparan mengenai penerbitan surat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi para penambang.
Sekian dari saya

dampak pertambangan bagi lingkungan

Dalam waktu yang berdekatan ini sangat banyak kita saksikan aktivitas pertambangan Batu Bara yang tidak memiliki konsepsual pengembalian fungsi hutan dengan cara apa?,bagaimana,kapan? sehingga jangan heran kalau melihat lokasi setela aktivitas pertambangan yang kering tanpa fungsi sosial sedikitpun.

Seringkali lokasi pasca pertambangan ditanami tanaman yang menghasilkan atau tingkat produktifnya tinggi seperti kelapa sawit dll, kolam kolam tambang diberi ikan  yang harapannya akan mudah berkembang biak dan akan dikonsumsi masyarakat sekitar, sebagai upaya mengembalikan fungsi hutan dengan fungsi sosial.

Tetapi untuk sekedar diketahui bahwa bahaya dari menkonsumsi ikan didanau pertambangan batu bara akan menimbulkan efek lainnya karena air danau yang tidak  terjamin kualitas baku mutu yang ditetapkan sebagai air yang layak untuk ikan, biasanya ikan akan tumbuh abnormal atau jikapun normal mungki pertambangan juga menggunakan bahan kimia ( Bahan peledak, Pengurang panas, Dll ). Efek menkonsumsi ikan juga akan baru dirasakan dalam jangka waktu yang lama, belum lagi tenaga kerja yang rentan akan penyakit akibat kerja.

Tetapi yang dapat kita lihat sangat kontradiktif secara real konsepsual pertambangan yang terencana atau sesuai aturan didalam AMDAL ( Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ) yang mengharuskan pengembalian hutan dengan tujuan fungsi sosaial. Sangat tidak bertanggung jawab jika mengambil kekayaan alam tetapi tidak mengembalikannya dengan fungsi sosial ( Ditelantarkan ).

Dengan adanya beberapa kasus yang sudah terjadi, maka sekiranya warga daerah setempat dapat lebih berfikir untuk turut serta mengawasi daerahnya yang menjadi rencana pengembangan batu bara, jangan tergiur oleh ganti rugi, lapangan pekerjaan, dll tetapi tidak terlepas dari kebutuhan akan Ganti rugi dan lapangan kerja maka kita wajib mengawal rehabilitas hutan setelah aktivitas tambang dilaksanakan. Hubungi Admin untuk informasi lebih lanjut

dampak pertambangan nikel

Kegiatan penambangan nikel di kampung Warwanai, Waigeo Raja Ampat itu justru membawa bencana bagi masyarakat adat setempat. Beroperasinya PT. Karunia Alam Waigeo (KAW) di kampung ini membawa dampak pada rusaknya ekosistim baik di darat, sungai dan laut. Rusaknya ekosistim di wilayah darat diakibatkan karena dibukanya akses jalan dan wilayah eksploitasi di kawasan Cagar Alam Waigeo Timur untuk dilalui alat-alat berat guna pengangkutan hasil tambang nikel, juga mengakibatkan debu yang tertiup angin yang mengarah ke kampung Warwanai saat musim panas. Sedangkan rusaknya ekosistim di wilayah sungai dan laut diakibatkan oleh terbawanya lumpur dari aktifitas tambang oleh banjir pada saat hujan sehingga merusak dan mencemari sungai dan laut. Akibatnya juga berdampak pada hasil tangkapan ikan para nelayan lokal berkurang serta mengakibatkan anak-anak kecil yang bermain dan mandi dilaut mendapatkan penyakit gatal-gatal.

Loury da Costa, SH, Anggota Tim Legal Advokasi Tambang dari Foker LSM Papua Regio Kepala Burung menerangkan bahwa dari pengakuan masyarakat di kampung Warwanai, tempat ini dulu dipilih sebagai kampung pemukiman karena airnya yang jernih, alamnya yang ramah dan indah. Bahkan mereka tidak keberatan jika pemerintah menetapkan kawasan Waigeo itu sebagai kawasan Cagar Alam, karena justru lingkungan tetap utuh dan lestari. Sumberdaya alam menyediakan segala sesuatu bagi keberlanjutan hidup masyarakat yang hidup di sekitarnya, terutama orang Warwanai. Tidak pernah ada penyakit kulit, karena air selalu bersih alami. Namun, setelah perusahaan tersebut masuk untuk menggaruk isi tanah demi nikel, maka alam yang dulunya adalah sumber berkat bagi masyarakat itu telah berubah menjadi sumber bencana. Tentu ulahnya adalah PT. KAW yang mengejar keuntungan tanpa mempedulikan komunitas manusia yang sudah hidup di kawasan itu sejak puluhan abad yang lalu. Dengan beroperasinya PT. KAW maka yang terancam adalah masyarakat yang memang hidup bergantung pada sumberdaya alam di sekitarnya. Pencemaran ligkungan yang diakibatkan oleh perusahaan ini tidak hanya membahayakan manusia saja, tetapi ekosistem yang ada juga terancam berat. Sumber nafkah masyarakat menjadi tercemar dan mati, akibat limbah industri nikel tersebut.

Loury, Anggota JASOIL Tanah Papua ini pun menjelaskan bahwa kondisi buruk inilah yang mendorong masyarakat adat Kampung Warwanai melakukan aksi protes keras terhadap perusahaan KAW. Masyarakat pernah melakukan aksi protes pada Maret 2008 kepada pihak perusahaan dengan cara melakukan pemalangan di sekitar areal tambang nikel itu. Aksi ini digelar untuk menuntut ganti rugi terhadap hutan dan tanah adat mereka yang sudah dipakai sebagai lahan eksploitasi tambang nikel dan juga dampak kerusakan dan pencemaran yang terjadi di wilayah darat dan laut. Aksi protes ini adalah proses dimana masyarakat menyampaikan aspirasi mereka, baik kepada pihak pemerintah daerah yang sudah memberikan izin kepada perusahaan tanpa memintai persetujuan masyarakat adat setempat. Aksi ini juga dimaksudkan untuk memberikan kejelasan tentang penghargaan dan penghormatan unsur penyelenggara negara terhadap hak-hak dasar masyarakat pemilik hak ulayat atas tanah adat tersebut. Namun, aksi pemalangan sebagai cara memprotes itu justru mendapat tanggapan berupa upaya pembungkaman mulut masyarakat adat dengan pengejaran, penangkapan dan intimidasi dari pihak aparat kepolisian setempat. Sayangnya masyarakat tuan tanah yang kaya akan sumberdaya tambang nikel itu justru ditangkap dan diamankan oleh pihak Kepolsian Sektor Waigeo Utara atas tuduhan bahwa mereka telah menggangu ketertiban umum.

Sayangnya menurut Loury, Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Papua (PBHP) di Sorong ini, proses demokrasi dimana hak dan kebebasan masyarakat tidak dihargai oleh pihak pemerintah, perusahaan dan aparat penegak hukum. Semestinya aspirasi masyarakat itu mendapat perhatian untuk diselesaikan tanpa tekanan dan intimidasi dari pihak mana pun. Pasalnya, dalam menyikapi aksi masyarakat pada saat itu, kepolisian menghalau dan membungkam aspirasi masyarakat adat yang melakukan aksi pemalangan, Kapolsek Waigeo Utara, Ipda. Rofik sempat mengeluarkan tembakan peringatan sehingga membuat masyarakat adat Kampung Warwanai merasa takut dan terancam. Masyarakat yang melakukan aksi berlari berhamburan karena takut terkena peluru. Pada kesempatan itu polisi menangkap 8 orang yang dianggap menjadi dalang aksi pemalangan perusahaan KAW tersebut. Ke-esokan harinya ke-delapan orang masyarakat adat Kampung Warwanai yang dicurigai sebagai penggerak aksi pemalangan oleh pihak keamanan dibawa ke Wisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat untuk bertemu Bupati. Sampai di sana mereka dipertemukan dengan Wakil Bupati Raja Ampat, Drs. Indah Arfan, Sekda Raja Ampat, Drs Abner Kaisepo, Kabag Hukum Raja Ampat, Esau Gaman, SH, Kepala Dinas Pertambangan Raja Ampat, Paulus Tambing), dan Kepala Bapeda Raja Ampat, Rahman Wairoi. Dalam pertemuan itu masyarakat diarahkan supaya tidak melakukan upaya protes dengan cara pemalangan karena mengganggu ketertiban umum dan aktifitas beroperasinya perusahaan tambang serta membawa dampak yang kurang baik dalam proses pembangunan. Argumennya pemerintah selalu menutup kesalahannya dengan memberikan nasehat-nasehat gemilang bagi masyarakat kecil, apalagi masyarakat itu digiring oleh kepolisian. Tanpa keputusan apapun, yang jelas pemerintah tidak menghiraukan tuntutan masyarakat adat, karena pemerintah lebih berpihak pada perusahaan yang bisa mendatangkan income bagi daerah kabupaten yang baru dimekarkan dari Sorong ini. Ketika PAD menuntut, maka tentu investasi besar menjadi pilihan strategis keberpihakan, bukan masyarakat yang hanya menuntut hak melulu tetapi belum tentu membayar pajak.

Masyarakat adat yang melakukan aksi protes itu ternyata pulang tanpa hasil apa pun. Sementara limbah industri tambang nikel itu tetap mengancam kehidupan mereka. Lingkungan alam dimana mereka mencari nafkah itu sudah dirusak. Perusahaan menuai berkah nikelnya dan membawanya pergi, sementara masyarakat adat di kampung Warwanai itu menuai debu dikala panas terik dan lumpur di kala hujan. Ketika masuk dan keluar dari sungai, badan terasa gatal-gatal yang menimbulkan kudis, kurap dan jenis penyakit kulit lainnya. Ketika menebar jala di laut, tangkapan ikan pun berkurang, bahkan nyaris tidak dapat. Bahkan Cagar Alam pun sudah terbuka lebar sehingga satwa pun berpindah tempat dan berlari jauh. Kekesalan pun semakin menyakitkan hati masyarakat, karena hak adatnya tidak dihargai oleh pemerintah dan perusahaan. Sementara, sebelum Cagar Alam itu ditetapkan oleh pemerintah, jauh sebelumnya sejak abad lalu, nenek-moyang orang Warwanai itu telah menjaga lingkungan alam yang kaya akan sumberdaya hayati itu. ”Ya, kami tidak bisa berbuat banyak karena kami hanya orang kecil yang selalu dianggap mengganggu ketertiban umum ketika kami menyampaikan aspirasi kami. Apakah Papua ini Tanah Kosong Tak Bertuan?”***Koordinator JASOIL Tanah Papua dan Wartawan JUBI Papua.

pertambangan pasir besi

Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta akan mengajukan saksi ahli peraturan rencana tata ruang dan wilayah kepada Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Juni mendatang. Pengajuan saksi ahli itu merupakan tindak lanjut pelaporan LBH Yogyakarta atas Bupati Kulon Progo Toyo Santoso Dipo ke Kepolisian Daerah DIY beberapa waktu lalu.
"Penyidik menyatakan tidak ada unsur pidananya. Maka kami akan mengajukan saksi ahli," kata Syamsuddin Nurseha, Kepala Divisi Advokasi LBH, saat dihubungi Tempo kemarin.
Akhir tahun lalu, masyarakat dari Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DIY melalui kuasa hukum mereka, LBH Yogyakarta, melaporkan Toyo ke Polda DIY. Toyo, selaku bupati, mengeluarkan izin pemanfaatan ruang atas pesisir selatan untuk penambangan pasir besi. Padahal isi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kulon Progo menyebutkan kawasan pesisir itu untuk pertanian.
LBH Yogyakarta menilai perizinan yang dikeluarkan Toyo merupakan tindak pidana karena melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut pasal 73 undang-undang itu, setiap pejabat yang mengeluarkan perizinan yang tidak mengacu pada peraturan daerah RTRW setempat dikenai pidana. "Pejabat itu bisa diberhentikan tidak hormat atau diancam pidana kurungan lima tahun," kata Syamsuddin.
Tindak lanjutnya, Polda DIY mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan pada April lalu. Hasilnya menyebutkan, perizinan itu telah sesuai dengan prosedur. "Kami akan mendatangkan saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor," kata Syamsuddin.
Sementara itu, uji materi (judicial review) atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi DIY yang diajukan PPLP pada 3 September 2010 belum ada putusan dari Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Paguyuban Petani Lahan Pantai, selaku pemohon, mendaftarkan uji materi pada 3 September tahun lalu, didampingi LBH Yogyakarta. PPLP mempersoalkan Pasal 60 ayat 2 poin b angka 2 Peraturan Daerah RTRW DIY yang mengatur penambangan biji besi di pesisir selatan Kulon Progo.
Sementara itu, LBH Yogyakarta, selalu kuasa hukum aktivis PPLP Kulon Progo, Tukijo, hari ini akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada polisi Kulon Progo. "Ini atas permintaan keluarga," kata Syamsuddin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Tukijo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyanderaan tujuh buruh pilot project penambangan pasir besi PT Jogja Magasa Iron dan ditahan sejak 1 Mei lalu.
"Pak Tukijo tulang punggung keluarga. Sejak (Tukijo) ditahan, perekonomian keluarga terganggu," kata Syamsuddin. Permohonan penangguhan penahanan itu dilakukan setelah permohonan praperadilan ditolak. PITO AGUSTIN RUDIANA | PRIBADI WICAKSONO

dampak pertambangan pasir besi

Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Idealnya, suatu perusahaan berkewajiban untuk menyejahterakan masyarakat sekitar. Caranya? Dengan merekrut mereka menjadi pegawai tetap di perusahaan itu. Jika mereka belum memenuhi kriteria sebagai seorang pegawai, maka menjadi kewajiban perusahaan untuk melatihnya sampai mereka memenuhi kriteria. Dengan cara ini, perusahaan akan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Akan tetapi, banyak perusahaan yang tidak mau memenuhi kewajibannya karena hal itu akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya, tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan lebih sedikit.
Dalam jangka pendek mungkin hal itu benar. Akan tetapi jika mereka berpikir jangka panjang akan lain jadinya. Sebenarnya, menyejahterakan masyarakat sekitar merupakan investasi sosial yang amat diperlukan bagi perusahaan. Jika masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan itu amat menguntungkan mereka, mereka pasti akan berusaha melindungi perusahaan itu dari berbagai ancaman. Mereka akan berusaha menjaga dengan segala kemampuan mereka agar perusahaan itu maju dan tersu maju. Sebab kemajuan perusahaan itu berarti juga peningkatan kesejahteraan bagi mereka. Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang dampak penambangan pasir besi, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambangan pasir besi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi kita semua, sehingga akan dapat menjaga alam dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar penambangan.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitic volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen. (www.tekmiraesdm.go.id/…/pasirbesi/ulasan.asp?)
Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.
Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih. Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam  (Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi mencemari lahan pertanian.
1. 2 Kabupaten Kaur Secara Umum
a..Letak Geografis Kabupaten Kaur.
Secara astronomis (geografis), Kabupaten Kaur terletak pada posisi derajad 15 menit 8,21 detik sampai 4 derajat 55 menit 27,77 detik Lintang selatan dan 103 derajat 4 menit 8,76 detik sampai 103 derajat 46 menit 50,12 detik Bujur Timur. Luas wilayah daratan mencapai 2556 km2 dengan garis pantai sepanjang 89 km, memanjang dari perbatasan Kabupaten Bengkulu Selatan sampai ke perbatasan Propinsi Lampung. Adapun batas wilayah Kabupaten Kaur adalah sebagai berikut :
  1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan.
  2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung.
  3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
  4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. (BPS. 2007)
b.  Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca,dimana factor pembentuk cuaca antara lain curah hujan,kelembaban,kecepatan angin, lama penyinaran matahari dan sebagainya.fakor iklim atau cuaca yang sering di gunakan untuk beberapa aplikasi hidrologi adalah curah hujan,karena disamping mudah dalam hal pengukurannya juga mempunyainya pengaruh secara langsung pada kehidupan manusia ,tumbuhan dan hewan.curah hujan digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena hidrologis yang sering terjadi seperti banjir, longsor dan lain-lain.selain itu juga untuk menggambarkan potensi ketersediaan air (kelembaban tanah) untuk pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan kondisi tersebut, analisis iklim yang akan di jelaskan lebih kepada kondisi curah hujan yaitu dalam hal distribusinya dalam ruang dan waktu.Stasiun penakar yang ada di Kabupaten Kaur ada tiga, yaitu: di  Muara Tetap,Linau dan Tanjung Harapan.
c. Perkebunan
Luas panen perkebunan rakyat di Kabupaten Kaur cenderung mengalami penurunan pada periode  2004-2007. Pada tahun 2004, luas panen perkebunan rakyat mencapai 14.862,5 hektar. Tahun berikutnya meningkat menjadi 23.950,5 hektar dan turun menjadi 17.468,87 hektar pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun 200, luas panen perkebunan rakyat kembali mengalami penurunamenjadi 14.156,1 hektar.
Pada tahun 2007, peroduksi perkebunan rakyat di Kabupaten Kaur adalah 32.121,29 ton. Komoditi yang paling banyak diproduksi adalah kelapa sawit yang mencapai 23.652 ton. Sedangkan yang paling sedikit diperoduksi adalah kasiavera, yaitu 0,18 ton.Total peroduksi perkebunan rakyat ini mengalami peningkatkan dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 46.670,36 ton.(BPS.2007)
d. Penduduk
Data kependudukan yang ada pada publikasi kaur Dalam angka 2007 ini berdasarkan estimasi dari Survei penduduk Antara Sensus yang diadakan BPS.jumlah Penduduk Kabupaten Kaur pada tahun 2007 adalah 112.528 jiwa, yangt terdiri dari 57.319 jiwa laki-laki dan 55.209 jiwa perempuan. Jumlah ini meningkat dari pada tahun 2006 yang berjumlah 107.473 jiwa (BPS. 2007).
1.3 Dampak Pertambangan Pasir Besi
U Santoso (2008) Beberapa dampak negatif akibat pertambangan jika tidak terkendali antara lain sebagai berikut:
1). Kerusakan lahan bekas tambang.
2). Merusak lahan perkebunan dan pertanian.
3). Membuka kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan.
4). Dalam jangka panjang, pertambangan adalah penyumbang terbesar lahan sangat kritis yang susah dikembalikan lagi sesuai fungsi awalnya.
5). Pencemaran baik tanah, air maupun udara. Misalnya debu, gas beracun, bunyi dll.
6). Kerusakan tambak dan terumbu karang di pesisir.
7). Banjir, longsor, lenyapnya sebagian keanekaragaman hayati.
8). Air tambang asam yang beracun yang jika dialirkan ke sungai yang akhirnya ke laut akan merusak ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut.
9). Menyebabkan berbagai penyakit dan mengganggu kesehatan.
10). Sarana dan prasarana seperti jalan dll. rusak berat.
11). Dan lain-lain.
Mengapa bisa terjadi? Karena:
1). Adanya perbedaan kepentingan antara kepentingan lingkungan vs kepentingan ekonomi, politik dll.
2). Penegakkan hokum yang belum baik.
3). Aturan yang dibuat seringkali mengakomodasi beberapa kepentingan dengan bahkan mengabaikan unsur lingkungan.
4). Aturan yang tidak dilaksanakan dengan konsisten.
5). Dalam prakteknya otonomi daerah menyebabkan pertambangan maju pesat dan nyaris tidak terkendali. Banyak kasus di beberapa daerah justru terjadi konversi hutan lindung menjadi kawasan produksi. Illegal logging justru dilakukan oleh oknum-oknum yang seharusnya melindungi hutan.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kaur Nomor. 245 Tahun 2008 tanggal 15 September 2008, PT. Selomoro Banyu Arto memperoleh Kuasa Pertambangan eksplorasi pasir besi di Kecamatan Maje dengan kode wilayah KW. 08 PKR 004 dengan luas kuasa wilayah pertambangan eksplorasi pasir besi 179,36 Hektar.
Dampak penambangan pasir besi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur  (Anonim 2011):
1. Menurunnya kualitas udara
Pada tahap prakonstruksi tambang akibat kegiatan mobilisasi alat berat diperkirakan perusahaan akan mengoperasikan 44 unit alat berat. Pada tahap ini aktifitas yang dilakukan meliputi pembersihan lahan, pembuatan jalan tambang , pembangunan sarana tambang, pembangunan pengelolaan instalasi pasir besi, dipastikan akan meningkatkan kadar debu di lingkungan sekitar. Intensitas ini dipastikan akan bertambah pada tahap operasi tambang akibat pengupasan tanah pucuk . perusahaan memasang target akan mengelola dan mengangkut 1500 s/d 2000 ton per hari dengan volume angkut 75 s/d 100 rit per hari. hal ini tentu akan meningkatkan sebaran debu di sekitar tambang dan akan mencapai ke pemukiman penduduk Desa Sukamenanti, Way Hawang dan Linau akibat angkutan pasir besi. Lamanya dampak debu ini diperkirakan oleh perusahaan selama 15 s/d 18 tahun (selama tambang masih aktif beroperasi) tingkat polusi debu akan semakin tinggi pada saat siang hari dimana angin bertiup dari laut ke arah daratan (pemukiman warga, Desa Sukamenanti dan Way Hawang) Hal ini tentu saja akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat, mereka terancam penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut) TBC, dan lain-lain.
2. Kebisingan
Kegiatan tambang pasir besi pada tahap prakonstruksi berupa mobilisasi alat-alat berat berjumlah 44 unit. Dipastikan ini akan meningkatkan kebisingan di areal tambang dan pemukiman masyarakat di jalan Way Hawang  Sukamenanti. Tingkat kebisingan akan semakin bertambah ketika operasional pertambangan mulai berjalan normal. Lama kebisingan berlangsung sebanyak 150 s/d 200 kali setiap hari sesuai volume yang direncanakan perusahaan sebanyak 1500 s/d 2000 ton per hari. Dengan volume angkut 75 s/d 100 rit per hari. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi ketenangan warga pada saat tidur.
3. Perubahan Bentuk Danau Kembar
Sebagian wilayah penambangan merupakan perairan Sungai Air Numan (Danau Kembar) kondisi awal seluas 16,02 hektar dan daratan seluas 163,34 hektar. Kegiatan penggalian tentu saja akan memperluas bentuk dan struktur danau, diperkirakan akan meluas sebesar 28 hektar. Begitu juga dengan kedalaman, saat ini kedalaman danau berkisar 0,2 meter s/d 0,8 meter. Dengan adanya penggalian pasir besi dapat dipastikan kedalaman danau akan menjadi 7 hingga 8 meter. Hal ini sangat membahayakan warga, dan debit air akan mengalami perubahan struktur, ancaman terhadap kekeringan dan banjir yang mendadak akibat iklim yang tidak menentu, merupakan ancaman utama bagi warga.
4. Abrasi Pantai
Harus diakui aktifitas pertambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Way Hawang, ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang besar serta tinggi akan membuat bentuk pantai berubah. Kondisi ini diakui oleh perusahaan sulit dipulihkan karena membutuhkan biaya besar. Masyarakat yang terkena dampak langsung adalah Desa Sukamenanti dan Desa Way Hawang. Lamanya dampak akan terjadi selama perusahaan masih beroperasi hingga pada tahap pasca operasi tambang. (UPL 2008: IV-3)
Hasil analisa dalam laporan UPL dikatakan, kegiatan tambang pasir besi PT. Selo Moro Banyu Arto berdampak negative terhadap morfologi lahan karena dapat menimbulkan dampak turunan berupa abrasi yang merugikan masyarakat. (UPL 2008: IV-4)
5. Menurunnya Kualitas Air
Kegiatan pertambangan dipastikan akan mengurangi kualitas air tanah (sumur) dan kualitas air permukaan Danau Kembar dan Air Way Hawang pengolaan pasir besi membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic Separator, yang menghasilkan pasir besi dan limbah dengan kapasitas air 225 m3/ jam. Limbah dari pengolaan ini tentu akan mempengaruhi kadar air yang ada di sekitar pemukiman warga. Sumber negatif lainnya adalah pengoperasian bengkel. Perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan akan menghasilkan pelumas bekas sebanyak 58,49 liter per hari. Sisa oli bekas ini jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mencemari danau kembar dan sumur warga, serta air laut di lingkungan tambang. Hal ini terbukti dibanyak pertambangan yang dengan ceroboh membuang begitu saja pelumas bekas mereka ke sungai atau berceceran di tanah.
6. Kerusakan Jalan
Jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa Sukamenanti – Desa Way Hawang hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan jalan negara dengan spesifikasi III A atau dapat dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 8 ton. Pada tahap pengoperasian tambang setiap hari direncanakan 1500 &ndash; 2000 ton pasir besi diangkut menggunakan truck penganggkut dengan kapasitas 20 ton per unit. Kondisi ini akan dapat merusak jalan di sepanjang route pengangkutan sebab, maksimal berat jalan route tersebut adalah 10 ton.
7. Aspek biologi
Kegiatan penambangan dipastikan merubah tipe vegetasi seluas 46,03 hektar (total) dari vegetasi daratan seluas 16,02 hektar dan perairan Danau Kembar seluas 30,01 hektar kehilangan vegetasi penutup dipastikan akan menimbulkan abrasi. Disamping itu pendapatan masyarakat dari berkebun, seperti kelapa, kelapa sawit, tanaman padi juga ikut hilang.
8. Biota Air
Dampak terhadap biota air merupakan dampak tak langsung akibat kegiatan tambang pasir besi. Sumber dampak berasal dari perubahan kulitas air akibat limbah pengolahan pasir. Sumber lainnya adalah karena tirisan penumpukan pasir besi, air limbah bekas pelumas dari kegiatan bengkel. Indeks keanekaragaman Danau Kembar akan menurun dari kondisi awal 0,8 s/d 2, 48 untuk plankton dan 1,90 s/d 2,98 untuk biota benthos. Kondisi ini akan menurunkan jumlah ikan, udang, kepiting, yang merupakan mata pencaharian tambahan bagi masyarakat selain bertani. Lama dampak berlangsung selama 15 s/d  18 tahun.
9. Pendapatan Masyarakat
Perusahaan mengklaim aktifitas pertambangan mereka dapat merekrut tenaga kerja dari warga lokal, selanjutnya masyarakat sekitar tambang dapat membuka warung dan sebagainya. Namun, perlu diingat sedikit sekali, jika tidak mau dikatakan tidak ada, warga setempat yang memiliki keahlian di bidang pertambangan artinya, mereka akan dijadikan buruh kasar saja, yang sewaktu-waktu dapat mereka PHK dengan beragam alasan. Selain itu, proses ini akan membuat masyarakat meninggalkan profesi asal mereka yang mungkin awalnya petani, nelayan, menjadi pekerja buruh di perusahaan yang biasanya mereka tidak memiliki posisi tawar tinggi. Ini banyak terjadi di pertambangan-pertambangan lain.
Reaksi air asam tambang (Acid Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung terhadap kualitas tanah dan air karena pH menurun sangat tajam. Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.
Luas permukaan daratan Indonesia yang telah diijinkan untuk kegiatan pertambangan relatif kecil (1,336 juta ha atau 0,7% dari area daratan total), dan bahkan luas total areal penambangan yang masih aktif dan yang sudah selesai ditambang lebih kecil lagi (36.743 ha, atau 0,019% dari area daratan total) (Anonim, 2006). Sekalipun areal total yang terusik secara nasional relatif kecil, kebanyakan kegiatan penambangan menerapkan teknik penambangan di permukaan (surface mining) yang dengan sendirinya mengakibatkan usikan terhadap lansekap setempat; areal areal vegetasi yang ada dan habitat fauna menjadi rusak, dan pemindahan lapisan atas tanah yang menutupi ‘cadangan mineral menghasilkan’ perubahan yang tegas dalam topografi, hidrologi, dan kestabilan lansekap. Apabila pengelolaan lingkungan tidak efektif, pengaruh lokal (on-site) ini dapat mengakibatkan usikan lanjutan di luar areal penambangan (off-site), yang bersumber dari erosi air dan angin terhadap sisa galian yang belum terstabilkan atau bahan sisa yang berasal dari pengolahan mineral. Pengaruh-pengaruh ini dapat pula meliputi sedimentasi sungai-sungai, dan penurunan kualitas air akibat meningkatnya salinitas, keasaman, dan muatan unsur-unsur beracun dalam air sungai tersebut.
1.3 Definisi Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).
Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Bioremediasi pada lahan terkontaminasi logam berat didefinisikan sebagai proses membersihkan (clean up) lahan dari bahan-bahan pencemar (pollutant) secara biologi atau dengan menggunakan organisme hidup, baik mikroorganisme (mikrofauna dan mikroflora) maupun makroorganisme (tumbuhan) (Onrizal, 2005).
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
1.4 Jenis Bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
  • Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
  • Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
  • Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.
II. PENANGANAN MASALAH
2.1 Pencegahan abrasi pantai
(Adegustara, F 2011) Abrasi pantai sudah menjadi ancaman serius bagi kawasan pantai pesisir Sumatera Barat, solusinya :
  1. Penanaman bakau secara terpadu
  2. Pemasangan pemecah ombak
  3. Pembuatan tanggul penahan ombak
Penanaman Mangrove dan pohon-pohon pada hutan untuk mencegah terjadinya abrasi pantai. Definisi Abrasi atau Pengertian Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh kekuatan gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada yang mengatakan Abrasi sebagai erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipengaruhi oleh gejala alami dan tindakan manusia. Tindakan manusia yang mendorong terjadinya abrasi adalah pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan. Selain itu penebangan pohon-pohon pada hutan pantai atau hutan mangrove memacu terjadinya abrasi pantai lebih cepat. Hutan Pantai yang tidak terjadi abrasi mempunyai beberapa zonasi yang jelas, yaitu zone Ipomea pescaprae dan zone Barringtonia. Zone Ipomea pescaprae biasanya didominasi oleh Ipomea pescaprae dan Spinifex littoreus (rumput angin). Sedangkan zone Barringtonia sering terdapat jenis-jenis pohon Barringtonia asiatica, Pongamia pinnata Merr, Cordia subcordata L, Calophyllum inophyllum L, Terminalia cattapa L, dll. Untuk mencegah terjadinya abrasi pantai perlu dilakukan penanaman mangrove dan pohon-pohon pada hutan pantai serta memelihara pohon-pohon tersebut dari gangguan manusia. (http: // pengertian-definisi.blogspot.com/2010/pengertian-abrasi-pantai.html
2.2 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD
Sudah banyak teknologi yang ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage (AMD). Teknologi yang diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun biologi belum memberikan hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh. Teknik yang didasarkan atas prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun memerlukan biaya yang mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan bersifat sementara. Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang menggabungkan antara prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi sulfat memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007) dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8 menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.
Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumber-sumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling menentukan dalam menangani AMD. Bakteri ini tergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut. Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik. Sebab bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding capacity, meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang. Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat akar.
2.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Penambangan pasir besi
Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi, tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak, asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.
Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi pasir besi adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.
2.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang pasir besi
Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a).
Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif.
Pemberian sludge paper 50 persen ke dalam tanah bekas tambang batubara mampu menurunkan ketersediaan Fe tanah 98.8 persen, Mn 48 persen, Zn 78 persen dan Cu 63 persen. BPS mampu mereduksi sulfat menjadi senyawa sulfda-logam yang tidak tersedia.
2.5 Bioremediasi Tanah Tercemar
Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).
Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid, 2009)..
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime” (Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.
Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993 dalam Madjid, 2009). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al (1997) dalam Madjid (2009) pada tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam berat.
Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et al, 2001 dalam Madjid, 2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat.
Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya “oil droplets” dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Madjid dan Novriani : 2009). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.
2.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Penambangan Pasir Besi
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang pasir dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan pasir besi sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh pasir (coal dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan pasir besi dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah pasir besi dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place). Penanaman bakau dan mangrove secara terpadu untuk mencegah terjadinya abrasi pantai.
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan pasir besi tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
III. KESIMPULAN
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.
Dampak negatif Penambangan  Pasir Besi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur :
  1. Menurunnya kualitas air
    1. Kebisingan
    2. Perubahan bentuk danau kembar
    3. Abrasi pantai
    4. Menurunnya kualitas air
    5. Kerusakan jalan
    6. Aspek biologi
    7. Biota air
    8. Pendapatan masyarakat
Jika dilakukan penelitian secara mendalam, akan banyak sekali dampak buruk dari daya rusak yang disebabkan oleh pertambangan ini. Jika kita banyak belajar dari kasus-kasus pertambangan yang ada di Bengkulu seperti Batubara, pasir besi di Seluma, dan lain-lain.
Mengandalkan pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah satu bentuk pemerintahan daerah yang tidak kreatif dan solutif. Sebab pertambangan tidak saja membawa berkah bagi sipemiliknya namun juga bencana besar akibat daya rusak yang diakibatkan, baik kerusakan lingkungan, kerusakan sosial, budaya masyarakat menjadi lebih konsumtif dan masih banyak lagi

dampak pertambangan emas

- Bukit-bukit tandus berjejer. Padang ilalang membentang sejauh mata memandang. Di kiri-kanan jalan berbatu terlihat aliran sungai yang keruh dengan kubangan bekas galian berukuran setengah meter. Tanah  bahkan dengan akar-akar pohon yang menyeruak akibat galian.yang berada di bagian pinggir sungai Lankowaha kondisinya nyaris sama. Tapi tak ada yang peduli.  Ribuan orang tetap sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mereka membentuk kelompok kelompok kecil, terdiri dari 7-10 orang. Tenda dengan berbagai warna berjejer tak teratur, seperti perkemahan Pramuka, namun kini jadi tempat berteduh para pendulang emas yang datang dari seantero Indonesia, mewakili berbagai suku.

Sepanjang jalan menuju lokasi penambangan, tampak berseliweran pejalan kaki. Ada pula yang memakai motor dan mobil. Peralatan yang mereka bawa pun relatif sama, seperti wajan, linggis, sekop, terpal, serta peralatan memasak.

Sejak ditemukannya tambang emas di kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Sungai Tahi Ite dan sungai Langkowaha serta Wumbu Bangka seolah menjadi surga baru bagi pemburu logam mulia itu. Dari tiga lokasi penemuan tambang emas itu, peredaran uang mencapai miliaran rupiah di Bombana.

Hasil yang menggiurkan itu ternyata berimplikasi terhadap sejumlah hal. Ikan dan sayur misalnya, sulit dijumpai.

“Sejak penemuan emas, kami lebih sering makan mi instan karena penjual sayur dan ikan memilih beralih profesi menjadi pendulang emas dadakan,” tutur Nurdaya, warga Desa Tembe sambil tersenyum. Beberapa pembangunan gedung pemerintah yang dalam tahap penyelesaian juga ditinggalkan pekerjanya.

“Semua biaya kebutuhan hidup sangat mahal di daerah ini,” kata Rusdin, pendulang asal Sengkang, Sulawesi Selatan yang sudah tujuh bulan mendulang di lokasi ini.

Di areal penambangan, harga beberapa kebutuhan pokok juga naik hingga dua kali lipat.

“Harga rokok yang biasanya delapan ribu rupiah, di areal penambangan bisa sampai 16 ribu rupiah per bungkus. Begitu pun mi instan hingga mencapai harga 5 ribu rupiah.”

Selain dari itu, Sumina, wanita asal Balikpapan, Kalimantan Timur terpaksa berhenti beberapa waktu karena mengalami penyakit kulit, seperti terserang kutu air dan gatal.

“Air sungai di lokasi penambangan hanya sedikit dan kotor, padahal kami harus berendam di air selama beberapa jam untuk memisahkan pasir dan kerikil dari butiran emas,” ujarnya.

Bahkan, dilaporkan, sejak maraknya aktifitas penambangan emas di Bombana, jumlah pendulang emas yang meninggal telah mencapai 49 orang. Mereka ditemukan tertimpa longsoran tanah yang mereka gali sendiri.

Rusdin mengisahkan, awal kedatangannya di lokasi tambang ini, sehari dia bisa mengumpulkan serpihan emas minimal satu gram.

“Kini, menggali tiga hari pun sulit mendapatkan segitu,” katanya.

Semakin banyaknya pendulang dalam lokasi ini turut mempengaruhi hasil yang diperoleh tiap pendulang. Situasi ini memicu penggunaan mesin untuk menyedot bahan material tanah.

Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi kabupaten Bombana, sekitar 3000 buah mesin penyedot tengah beroperasi dalam dua lokasi pendulangan emas, di Tahi Ite dan Wumbubangka.  Selain menyebabkan turunnya jumlah pendapatan pendulang tradisional, penggunaan mesin-mesin penyedot tanah mendorong komentar penggiat lingkungan,  Iskandar, koordinator LSM Sagori mengatakan, aktivitas pendulang yang menggunakan mesin untuk menyedot material tanah menyebabkan perubahan bentang alam secara cepat dan tak terkendali. Badan sungai Tahi Ite dan Langkowaha misalnya, kini tak lagi mudah dikenali. Pasokan air bersih terhenti.

”Inilah efek domino dari pertambangan emas bombana yang semrawut,” kata Iskandar.

Iskandar mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bombana bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan itu.

”Semua izin dulang dikeluarkan oleh Pemerintah,” ujarnya.

Khawatir dengan efek negatif yang begitu cepat, Pemerintah Bombana mengambil langkah taktis, yaitu enghentikan sementara semua aktivitas pertambangan emas di Bombana.

”Kami kewalahan mengaturnya,” kata Selamet Rigay, Asisten I Kabupten Bombana yang juga merengkap sebagai Ketua Panitia Penertiban Pertambangan emas di Bombana.


Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana

Kedatangan puluhan ribu penambang emas benar-benar menyulap wajah lahan transmigran di Sentra Permukiman Delapan (SP 8). Kawasan padang ilalang yang dulu tak terjamah itu pun berubah menjadi sebuah kota baru. Pusat keramaian Bombana seolah pindah ke SP-8.

Dalamnya emas memang tak bisa diterka. Ada yang baru menggali dua meter sudah mengumpulkan material emas. Tapi ada juga pendulang walau telah bercucuran keringat menggali sampai pada kedalaman 15 meter, tak jua menemui butiran emas itu.

Material diperoleh dari sebuah lubang berdiameter 1,5 meter. Kalau material di sebuah lubang galian dianggap habis, para penambang pindah ke lokasi baru. Lubang yang lama plus tanah sisa galian dibiarkan begitu saja. Pemda Bombana mencatat, hingga saat ini, jumlah lubang sisa galian mencapai ratusan ribu.

Emas kadang membutakan segalanya. Termasuk resiko nyawa. Mau hemat ongkos dan tenaga, ada penambang yang nekat membuat terowongan antar lubang untuk mencari material baru. Nah, saat membuat lubang tikus itulah, banyak penambang mati karena tanah longsor.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana mencatat, sejak September hingga Desember 2008, sudah 49 penambang tewas. Mayoritas tertimbun tanah longsor. Sisanya jatuh, tertindas batu dan kelalaian kerja.

Material yang mengandung emas biasanya dikumpulkan dalam karung. Setelah dianggap cukup, karung berisi material itu dibawa ke lokasi pendulangan. Dari proses pendulangan, akan dipisahkan serbuk atau buliran emas. Untuk mendulang, diperlukan air yang cukup sehingga 80 persen proses pendulangan dilakukan di kawasan aliran sungai.

Oleh karena banyaknya para pendulang, aliran sungai di sana menjadi mampet. Bahkan badan sungai tak berbentuk lagi. Mirip kubangan ratusan kerbau.

”Para pendulang ambil jalan pintas menggali dasar atau pinggir sungai yang mengandung material emas,” kata Johari, pedagang asal Kolaka Utara.

Parahnya, seluruh aktivitas keseharian penambang tersebut dilakukan di kubangan itu. Mulai membangun kemah, makan-minum, beristirahat, hingga buang air besar. Tak sedikit pendulang yang terkena diare karena kondisi kotor tersebut.  Itu belum termasuk proses pendulangan yang menggunakan air raksa alias merkuri pada mesin tromol untuk memudahkan pengikatan serbuk emas. Limbah beracun tersebut juga dibuang seenaknya di kubangan itu. Tak pelak para pendulang pun menjadi korban. Ada yang sekujur badannya mengalami iritasi dan gatal-gatal.  Minimnya fasilitas kesehatan dalam lokasi pendulangan ini semakin memperparah dampak negatif yang dialami pendulang.

Saat ini, di lokasi tersebut terdapat ribuan tenda yang dijadikan tempat bermukim sementara para pendulang. Oleh karena banyaknya tenda, kawasan SP-8 dan pinggiran Sungai Tahi Ite mirip perkampungan. Bahkan, khusus di SP-8 sebagai lokasi terpadat mirip sebuah kota. Di sana ada pasar yang menjajakan segala kebutuhan para penambang, mulai beras hingga linggis. Bahkan praktik lokalisasi liar pun tersedia.

Perputaran uang di SP-8 dan Desa Raurau bisa mencapai miliran rupiah per hari. Setiap pendulang rata-rata mendapatkan 1 gram emas per hari atau Rp 250 ribu. Jika di dua kawasan penambangan terdapat 60 ribu penambang, total uang kontan yang berputar bisa mencapai Rp 15 miliar per hari. Itu dengan asumsi seluruh pendulang menjual emasnya tidak di luar lokasi penambangan.

Tingginya perputaran uang dan jauhnya lokasi penambangan membuat harga kebutuhan sehari-hari menjadi mahal. Harga mi rebus plus telur, misalnya, bisa mencapai Rp 15.000 per porsi. Air dalam kemasan ukuran 1,5 liter yang biasanya Rp 3 ribu dijual dengan harga tiga kali lipat. Harga ayam bisa mencapai Rp 200 ribu per ekor.

Terbatasnya uang kontan sering memaksa penambang menggunakan emas sebagai mata uang baru. Khususnya ketika mereka terbentur oleh kebutuhan mendesak. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, transaksi seks menggunakan tarif gram-graman emas.

“Kalau (PSK) yang parasnya lumayan, ada yang tarifnya sampai 2 gram. Yang biasa-biasa saja ya 1 gram sudah cukuplah,” ujar Johari, lantas tersenyum.

Beberapa PSK, lanjutnya, pada siang hari juga terjun ke lokasi penambangan ikut mendulang emas.(*

dampak pertambangan batubara

Dampak Penambangan Batubara pada Lingkungan
Batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus menjadi sumber daya energy yang sangat besar. Indonesia pada tahun 2006 mampu memproduksi batu bara sebesar 162 juta ton dan 120 juta ton diantaranya diekspor. Sementara itu sekitar 29 juta ton diekspor ke Jepang.

Indonesia memiliki cadangan batubara yang tersebar di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan dalam jumlah kecil, batu bara berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Sedangkan rumus empirik batubara untuk jenis bituminous adalah C137H97O9NS, sedangkan untuk antrasit adalah C240H90O4NS.

Jenis Batubara

Jenis dan kualitas batubara tergantung pada tekanan, panas dan waktu terbentuknya batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka batubara dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis batubara, diantaranya adalah antrasit, bituminus, sub bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit merupakan jenis batubara dengan kualitas terbaik, batubara jenis ini mempunyai cirri-ciri warna hitam metalik, mengandung unsur karbon antara 86%-98% dan mempunyai kandungan air kurang dari 8%.

2. Bituminus merupakan batubara dengan kualitas kedua, batubara jenis ini mempunyai kandungan karbon 68%-86% serta kadar air antara 8%-10%. Batubara jenis ini banyak dijumpai di Australia.

3. Sub Bituminus merupakan jenis batubara dengan kualitas ketiga, batubara ini mempunyai ciri kandungan karbonnya sedikit dan mengandung banyak air.

4. Lignit merupupakan batubara dengan kwalitas keempat, batubara jenis ini mempunyai cirri memiliki warna muda coklat, sangat lunak dan memiliki kadar air 35%-75%.

5. Gambut merupakan jenis batubara dengan kwalitas terendah, batubara ini memiliki cirri berpori dan kadar air diatas 75%.


Sedangkan berdasarkan kalori pembakaran yang dihasilkan, batubara dikelompokkan menjadi tiga;

1. Batubara Kalori Sangat Tinggi adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran sangat tinggi dengan jumlah kalori lebih dari 7100 kal/gr

2. Batubara Kalori Tinggi adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran antara 6100-7100 kal/gr.

3. Batubara Kalori Rendah adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran kurang dari 5100 kal/gr.


Dampak Penambangan Batubara

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, Indonesia memiliki beberapa tambang batubara yang tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, baik yang dioperasikan oleh Perusahaan Milik Negara maupun swasta.

Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Australia dalam urutan Negara pengekspor batubara. Sekitar 74% batubara Indonesia merupakan hasil penambangan perusahaan swasta, sementara itu satu-satunya BUMN yang melakukan penambangan batubara adalah PT Tambang Bukit Asam. Berdasarkan informasi PUSLITBANG Teknologi Mineral dan Batubara, 2006, sebagian besar batubara digunakan untuk pembangkitan energy.

Penambangan batubara menimbulkan beberapa dampak yang merugikan penduduk sekitar dan lingkungan. Jika permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide, disebut juga dengan emas bodoh) berinteraksi dengan air dan udara maka akan terbentuk asam sulfat. Jika terjadi hujan di daerah pertambangan, maka asam sulfat tersebut akan bergerak sepanjang aliran air, dan sepanjang terjadinya hujan di daerah tailing pertambangan maka produksi asam sulfat terus terjadi, baik selama penambangan beroperasi maupun tidak. Jika batubara pada tambang terbuka, seluruh lapisan yang terbuka berinteraksi dengan air dan menghasilkan asam sulfat, maka akan merusak kesuburan tanah dan pecemaran sungai mulai terjadi akibat kandungan asam sulfat yang tinggi , hal ini berdampak pada terbunuhnya ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis.

Disamping itu, penambagan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca.

Dari hasil panel antar Pemerintah Negara anggota PBB tentang Perubahan Iklim, gas metana mempunyai potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dibandingkan dengan karbon dioksida selama 100 tahun terakhir. Jika PLTU batubara menghasilkan bahaya pada emisi hasil bakarnya, maka proses penambangan batubara dapat menghasilkan gas-gas berbahaya. Gas-gas berbahaya ini dapat menimbulkan ancaman bagi para pekerja tambang dan merupakan sumber polusi udara. Disamping itu penambangan batubara merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya, degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.

yang di maksud pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)

Tutorial Blog

Katanya Temen Nih

Site Info

Friend Link

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
mendripsikan tentang pertambangan
Lihat profil lengkapku

Reader Community