Jumat, 04 November 2011

dampak pertambangan emas

- Bukit-bukit tandus berjejer. Padang ilalang membentang sejauh mata memandang. Di kiri-kanan jalan berbatu terlihat aliran sungai yang keruh dengan kubangan bekas galian berukuran setengah meter. Tanah  bahkan dengan akar-akar pohon yang menyeruak akibat galian.yang berada di bagian pinggir sungai Lankowaha kondisinya nyaris sama. Tapi tak ada yang peduli.  Ribuan orang tetap sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mereka membentuk kelompok kelompok kecil, terdiri dari 7-10 orang. Tenda dengan berbagai warna berjejer tak teratur, seperti perkemahan Pramuka, namun kini jadi tempat berteduh para pendulang emas yang datang dari seantero Indonesia, mewakili berbagai suku.

Sepanjang jalan menuju lokasi penambangan, tampak berseliweran pejalan kaki. Ada pula yang memakai motor dan mobil. Peralatan yang mereka bawa pun relatif sama, seperti wajan, linggis, sekop, terpal, serta peralatan memasak.

Sejak ditemukannya tambang emas di kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Sungai Tahi Ite dan sungai Langkowaha serta Wumbu Bangka seolah menjadi surga baru bagi pemburu logam mulia itu. Dari tiga lokasi penemuan tambang emas itu, peredaran uang mencapai miliaran rupiah di Bombana.

Hasil yang menggiurkan itu ternyata berimplikasi terhadap sejumlah hal. Ikan dan sayur misalnya, sulit dijumpai.

“Sejak penemuan emas, kami lebih sering makan mi instan karena penjual sayur dan ikan memilih beralih profesi menjadi pendulang emas dadakan,” tutur Nurdaya, warga Desa Tembe sambil tersenyum. Beberapa pembangunan gedung pemerintah yang dalam tahap penyelesaian juga ditinggalkan pekerjanya.

“Semua biaya kebutuhan hidup sangat mahal di daerah ini,” kata Rusdin, pendulang asal Sengkang, Sulawesi Selatan yang sudah tujuh bulan mendulang di lokasi ini.

Di areal penambangan, harga beberapa kebutuhan pokok juga naik hingga dua kali lipat.

“Harga rokok yang biasanya delapan ribu rupiah, di areal penambangan bisa sampai 16 ribu rupiah per bungkus. Begitu pun mi instan hingga mencapai harga 5 ribu rupiah.”

Selain dari itu, Sumina, wanita asal Balikpapan, Kalimantan Timur terpaksa berhenti beberapa waktu karena mengalami penyakit kulit, seperti terserang kutu air dan gatal.

“Air sungai di lokasi penambangan hanya sedikit dan kotor, padahal kami harus berendam di air selama beberapa jam untuk memisahkan pasir dan kerikil dari butiran emas,” ujarnya.

Bahkan, dilaporkan, sejak maraknya aktifitas penambangan emas di Bombana, jumlah pendulang emas yang meninggal telah mencapai 49 orang. Mereka ditemukan tertimpa longsoran tanah yang mereka gali sendiri.

Rusdin mengisahkan, awal kedatangannya di lokasi tambang ini, sehari dia bisa mengumpulkan serpihan emas minimal satu gram.

“Kini, menggali tiga hari pun sulit mendapatkan segitu,” katanya.

Semakin banyaknya pendulang dalam lokasi ini turut mempengaruhi hasil yang diperoleh tiap pendulang. Situasi ini memicu penggunaan mesin untuk menyedot bahan material tanah.

Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi kabupaten Bombana, sekitar 3000 buah mesin penyedot tengah beroperasi dalam dua lokasi pendulangan emas, di Tahi Ite dan Wumbubangka.  Selain menyebabkan turunnya jumlah pendapatan pendulang tradisional, penggunaan mesin-mesin penyedot tanah mendorong komentar penggiat lingkungan,  Iskandar, koordinator LSM Sagori mengatakan, aktivitas pendulang yang menggunakan mesin untuk menyedot material tanah menyebabkan perubahan bentang alam secara cepat dan tak terkendali. Badan sungai Tahi Ite dan Langkowaha misalnya, kini tak lagi mudah dikenali. Pasokan air bersih terhenti.

”Inilah efek domino dari pertambangan emas bombana yang semrawut,” kata Iskandar.

Iskandar mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bombana bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan itu.

”Semua izin dulang dikeluarkan oleh Pemerintah,” ujarnya.

Khawatir dengan efek negatif yang begitu cepat, Pemerintah Bombana mengambil langkah taktis, yaitu enghentikan sementara semua aktivitas pertambangan emas di Bombana.

”Kami kewalahan mengaturnya,” kata Selamet Rigay, Asisten I Kabupten Bombana yang juga merengkap sebagai Ketua Panitia Penertiban Pertambangan emas di Bombana.


Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana

Kedatangan puluhan ribu penambang emas benar-benar menyulap wajah lahan transmigran di Sentra Permukiman Delapan (SP 8). Kawasan padang ilalang yang dulu tak terjamah itu pun berubah menjadi sebuah kota baru. Pusat keramaian Bombana seolah pindah ke SP-8.

Dalamnya emas memang tak bisa diterka. Ada yang baru menggali dua meter sudah mengumpulkan material emas. Tapi ada juga pendulang walau telah bercucuran keringat menggali sampai pada kedalaman 15 meter, tak jua menemui butiran emas itu.

Material diperoleh dari sebuah lubang berdiameter 1,5 meter. Kalau material di sebuah lubang galian dianggap habis, para penambang pindah ke lokasi baru. Lubang yang lama plus tanah sisa galian dibiarkan begitu saja. Pemda Bombana mencatat, hingga saat ini, jumlah lubang sisa galian mencapai ratusan ribu.

Emas kadang membutakan segalanya. Termasuk resiko nyawa. Mau hemat ongkos dan tenaga, ada penambang yang nekat membuat terowongan antar lubang untuk mencari material baru. Nah, saat membuat lubang tikus itulah, banyak penambang mati karena tanah longsor.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana mencatat, sejak September hingga Desember 2008, sudah 49 penambang tewas. Mayoritas tertimbun tanah longsor. Sisanya jatuh, tertindas batu dan kelalaian kerja.

Material yang mengandung emas biasanya dikumpulkan dalam karung. Setelah dianggap cukup, karung berisi material itu dibawa ke lokasi pendulangan. Dari proses pendulangan, akan dipisahkan serbuk atau buliran emas. Untuk mendulang, diperlukan air yang cukup sehingga 80 persen proses pendulangan dilakukan di kawasan aliran sungai.

Oleh karena banyaknya para pendulang, aliran sungai di sana menjadi mampet. Bahkan badan sungai tak berbentuk lagi. Mirip kubangan ratusan kerbau.

”Para pendulang ambil jalan pintas menggali dasar atau pinggir sungai yang mengandung material emas,” kata Johari, pedagang asal Kolaka Utara.

Parahnya, seluruh aktivitas keseharian penambang tersebut dilakukan di kubangan itu. Mulai membangun kemah, makan-minum, beristirahat, hingga buang air besar. Tak sedikit pendulang yang terkena diare karena kondisi kotor tersebut.  Itu belum termasuk proses pendulangan yang menggunakan air raksa alias merkuri pada mesin tromol untuk memudahkan pengikatan serbuk emas. Limbah beracun tersebut juga dibuang seenaknya di kubangan itu. Tak pelak para pendulang pun menjadi korban. Ada yang sekujur badannya mengalami iritasi dan gatal-gatal.  Minimnya fasilitas kesehatan dalam lokasi pendulangan ini semakin memperparah dampak negatif yang dialami pendulang.

Saat ini, di lokasi tersebut terdapat ribuan tenda yang dijadikan tempat bermukim sementara para pendulang. Oleh karena banyaknya tenda, kawasan SP-8 dan pinggiran Sungai Tahi Ite mirip perkampungan. Bahkan, khusus di SP-8 sebagai lokasi terpadat mirip sebuah kota. Di sana ada pasar yang menjajakan segala kebutuhan para penambang, mulai beras hingga linggis. Bahkan praktik lokalisasi liar pun tersedia.

Perputaran uang di SP-8 dan Desa Raurau bisa mencapai miliran rupiah per hari. Setiap pendulang rata-rata mendapatkan 1 gram emas per hari atau Rp 250 ribu. Jika di dua kawasan penambangan terdapat 60 ribu penambang, total uang kontan yang berputar bisa mencapai Rp 15 miliar per hari. Itu dengan asumsi seluruh pendulang menjual emasnya tidak di luar lokasi penambangan.

Tingginya perputaran uang dan jauhnya lokasi penambangan membuat harga kebutuhan sehari-hari menjadi mahal. Harga mi rebus plus telur, misalnya, bisa mencapai Rp 15.000 per porsi. Air dalam kemasan ukuran 1,5 liter yang biasanya Rp 3 ribu dijual dengan harga tiga kali lipat. Harga ayam bisa mencapai Rp 200 ribu per ekor.

Terbatasnya uang kontan sering memaksa penambang menggunakan emas sebagai mata uang baru. Khususnya ketika mereka terbentur oleh kebutuhan mendesak. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, transaksi seks menggunakan tarif gram-graman emas.

“Kalau (PSK) yang parasnya lumayan, ada yang tarifnya sampai 2 gram. Yang biasa-biasa saja ya 1 gram sudah cukuplah,” ujar Johari, lantas tersenyum.

Beberapa PSK, lanjutnya, pada siang hari juga terjun ke lokasi penambangan ikut mendulang emas.(*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tutorial Blog

Katanya Temen Nih

Site Info

Friend Link

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
mendripsikan tentang pertambangan
Lihat profil lengkapku

Reader Community